
Sesuatu yang ditakar wajar dan pas akan membawa manfaat. Begitu pula rasa takut. Biarkan rasa takut ada sebagai respon wajar atas sunnatullah fil kaun seperti takut gagal yang memacu ketekunan dan kegigihan. Takut jatuh sakit yang membentuk disiplin berolah raga dan menjaga kesehatan. Takut ditinggal pasangan hidup yang meningkatkan frekuensi kemesraan dan pelayanan terbaik. Atau takut pada kematian yang menggenjot amal soleh dan frekuensi ibadah. Begitu seterusnya. Dalam konteks ini, rasa takut disebut sebagai cobaan yang harus disikapi dengan kesabaran sebagaimana disinggung QS. Al-Baqarah 155.
Jangan pernah bermain dengan rasa takut yang bersipat khayali dan dilebih-lebihkan. Apalagi ketakutan yang dibangun karena sebab ketidakpuasan atas sunnatullah fil kaun. Takut keriput dan tak menawan lagi lalu mengubah ciptaan dengan mendesain ulang payu dara, bokong, bibir, hidung atau dagu palsu hasil operasi. Takut kalah bersaing dalam bisnis atau dalam pangkat dan jabatan lalu mencari ”penglaris” dan teken kontrak dengan dukun. Takut hidup sengsara karena suami telah bangkrut lalu minggat dengan lelaki lain tanpa menimbang rasa dan perasan dosa. Begitu seterusnya hingga rasa takut semakin menyiksa batin dan bikin cape sendiri.